FEBRUARY 2004
1. Minggu Biasa ke-4, February 01, 2004
Saya hidup di dunia ini karena
perwujudan kasih Allah dan
untuk berperan serta dalam cinta kasih-Nya
(St. Bonaventure).
Pada hari Senin, 26 Januari, kami merayakan misa pagi hari pukul 7.15 yang dipimpin oleh Pastor Ken, sx. Sore harinya, Syafa dan anaknya, Hasnan datang ke rumah kami untuk bertemu Pastor Lupo. Saya mengambil pesanan Chinese food dari restaurant Nicky untuk santap malam di komunitas karena hari ini tidak ada yang memasak. Setelah makan malam, saya mengantar Syafa dan anaknya ke rumah mereka dengan berjalan kaki.
Pada hari Rabu, saya mempunyai kuliah di malam hari yaitu Kristologi dan Kebudayaan. Hari ini, dosennya, Robert Schreiter tidak hadir karena ia menunjuk seorang dosen lain, Scott Alexander untuk menjelaskan tentang Yesus dalam Islam. Bagiku, tadk ada sesuatu yang baru yang kudapat dari penjelasannya tentang Yesus. Ia memberi judul kuliah ini, Yesus seorang muslim. (m)uslim dengan huruf m kecil berarti seorang yang melakukan kehendak Allah. Maka kita semua yang melakukan kehendak Allah dapat disebut muslim dengan pengertian umum ini. Namun, (M)uslim dengan huruf M besar dimaksudkan sebagai sebuah agama, Islam. Pada permulaan kelas, saya mengumpulkan tugas paper, latihan pertama yaitu image tentang Yesus. Pukul 9.45 p.m. kuliah usai dan untungnya Adrian, seorang frater Xaverian, dating ke CTU dengan sebuah mobil, maka kami (keempat frater: Victor, Alexis, Alejandro dan saya) pulang ke rumah bersamanya. Udara malam itu sungguh dingin.
Pada hari Kamis sore, kami semua para Xaverian pergi ke rumah teologi Comboni untuk merayakan misa pukul 6. Comboni mengundang Xaverian dan Scalabrinian untuk acara ini. Saya menghitung ada sekitar 47 orang yang hadir dalam persahabatan diantara para kongregasi misionaris. Comboni di Chicago in memiliki 18 frater, Scalabrinian 12 dan Xaverian 7. Pada permulaan misa, kami memperkenalkan diri satu-persatu. Pastor Rocco, sx, rector kami Xaverian adalah satu-satunya orang USA diantara kami dan yang lain dari Italia, Amerika Latin, Afrika dan saya sendiri dari Asia. Setelah makan malam bersama dan acara ramah tamah, kami (Pastors Rino dan Lupo, Chuy, Adrian dan saya) kembali pulang ke rumah. Udara malam itu sungguh dingin, pasti di bawah 0 derajat Fahrenheit (bisa jadi minus 15- minus 20 Celsius).
Pada hari Jumat pagi setelah misa dan sarapan, segera saya pergi ke CTU untuk menghadiri sebuah seminar atau pelatihan tentang lector. Pelatihan ini diberikan oleh seorang pastor dosen CTU, misionaris Precious Blood yang katanya tidak memiliki calon imam di USA saat ini, bernama Bayuk. Ada sekitar 25 orang hadir dalam acara training yang berlansung dua jam ini (9-11 pagi). Satu hal yang berkesan bagi saya adalah bahwa ia memiliki pengalaman hampir semua lector tidak dipersiapkan dengan baik. Ia dapat mengetahui bahwa seseorang sudah mempersiapkan bacaan atau tidak dari cara membacanya. Ia menyebutkan bahwa kebanyakan para lector membaca terlalu cepat dan tidak keluar dari hati; ia hampir tidak pernah memiliki pengalaman seorang membaca dengan sangat lambat. Pada akhir pelatihan ini, ia mengundang dua sukarelawan (peserta yang hadir) untuk membaca kitab suci, seorang USA dan seorang Haiti. Setelah membaca beberapa kali, mereka dapat meningkatkan jauh lebih baik bila dibandingkan pertama kali membaca.Setidaknya melalui pelatihan ini saya mendapat satu pelajaran bahwa saya harus mempersiapkan dan melatih bacaan sebelum hari H-nya dan membaca secara pelan, penuh perhatian dihayati sehingga para pendengar dapat menangkap pesan sabda Tuhan dengan baik. Satu hal lucu yang membuat kami semua tertawa adalah seorang lector di sebuah paroki di mana ia memimpin misa mengucapkan dengan salah sebuah kata yaitu: Gentile (seharusnya dibaca: jentail, berarti orang kafir) namun diucapkan: ‘genital’ (dibaca jenitel, yang berarti alat kelamin). Ia menambahkan bahwa hampir pasti jika seorang salah mengucapkan sebuah kata, ia juga tidak mengetahui arti dari kata itu. Masih di hari Jumat, di sore hari saya pergi ke CTU untuk bertemu seorang suster dari Indonesia yaitu Suster Betty, FMM. Ia tinggal di lantai 7 gedung CTU. Pukul 4.40 sore, kami dijemput oleh Frater Mateus, svd ke rumah teologi SVD untuk merayakan misa tahun baru lunar pukul 5.15. Banyak orang dating dalam acara ini; sebagian besar dari mereka adalah dari CTU dan keturunan Vietnam. Setelah misa, kami makan malam dan bertemu dengan seorang suster SSpS dari Flores yang tinggal di Chicago juga. Pukul 6.50, Frater Mateus, svd mengantar kami pulang ke rumah. Sekali lagi kami beruntung karena kami dapat terhindar dari udara dingin berkat kebaikan hati Frater Mateus yang punya inisiatif menjemput dan mengantar kami dengan mobilnya.
Pada hari Jumat malam pukul 7.30 sampai 9.15, kami mengadakan pertemuan terakhir, komunitas teologi Xaverian di Chicago dengan Pastors Lupo dan Rino. Kami sungguh bersyukur mendapat kunjungan dari mereka dalam sepuluh hari ini.
Pada hari Sabtu pukul 7.15, kami merayakan misa pagi hari jam 7.15 yang dipimpin oleh Pastor Rino sebagai misa penutupan acara kunjungan Pastor Rino dan Lupo selaku direksi general SX dari Roma. Mereka berdua kembali ke Roma-Italia pada sore hari. Di pagi hari saya ada kuliah Pastoral care di ruang 214 karena ruang kuliah courtyard digunakan untuk sebuah acara kuliah lain Dalam praktek konseling dari kelompok saya, saya melakukan kesalah sebagai seorang pembantu (konselor). Saya tidak mengerti kata ‘better off’ (lebih baik mati) yang diucapkan oleh oleh seorang yang dibantu (pasien/helpee), sehingga akhirnya membuat saya bingung dan salah penafsiran. Setelah kuliah, saya masih tetap tinggal di CTU mempersiapkan diri untuk ujian lisan pertama saya dalam kuliah Origin dan Eskatologi. Pukul 1.30 sore saya pergi ke lantai 6 menemui dosen kuliah ini, yaitu seorang imam OFM, Zachary Hayes. Ini adalah pengalaman pertama kali saya di CTU menghadapi ujian lisan. In imembuat saya sedikit takut. Tema yang diujikan adalah tentang Creation (Penciptaan). Saya sadar bahwa saya tidak berbicara secara lancar menjawab pertanyaannya dan untungnya dosen ini sungguh sangat baik, ia dapat memahami dan saya. Setelah 20 menit bercakap-cakap dalam ujian lisan ini, saya berkata, “Maaf bahasa Inggris saya tidak bagus”, kemudian ia memelukku dengan penuh belas kasih berkata, “Tidak apa-apa, saya dapat memahami dan saya juga memiliki pengalaman yang sama seperti kamu ketika saya belajar di Jerman”; saya dapat merasakan kehangatan kasih dan kebapakannya. Ia mendapatkan gelar doktornya di Jerman di tahun 1960-an. Ia mengingatkan saya pada seorang dosen saya di STF Driyarkara yaitu Martin Harun, OFM juga. Hal ini memberikan symbol kebaikan kasih Allah yang terwujud dalam diri dosen ini. Dengan ujian lisan ini, menuntut saya untuk membaca buku beberapa kali untuk menangkap pengertian dari kuliah ini. Kemungkinan besar kalau saya tidak memiliki ujian lisan, saya hanya membaca buku sekali saja. Cara ujian semacam ini agak sedikit berbeda dengan ujian lisan yang pernah saya alami di Indonesia. Di sini, dosen bertanya tentang pemahaman saya, bukan hanya pengetahuan dari buku saja tapi juga pengalaman saya sendiri. Saya dapat mengajukan pertanyaan dan berdiskusi selama ujian ini. Saya bercerita padanya bahwa ketika saya masih kelas 5 SD, saya memiliki pertanyaan dalam hati saya sendiri, “Mengapa dan untuk apa saya hidup di dunia ini?” Pada waktu itu juga, saya berpkir bahwa saya tidak ingin memilik sebuah agama karena ilmu pengetahuan yang akan menemukan kehidupan baru dari luar angkasa akan mengganggu keberadaan agama. Agama-agama tidak akan ada lagi. Saya cenderung untuk menjadi atheist dalam usia 10-11 tahun itu. Pertanyaan keraguan saya itu dijawab oleh kuliah ini: Saya hidup di dunia ini karena pewujudan kasih Allah dan untuk berperan serta dalam cinta kasih-Nya (Santo Bonaventura).
Pada hari Minggu pagi setelah sarapan dan doa pribadi, saya pergi menuju ke rumah suster RSCJ, hanya lima menit jalan kaki dari rumah Xaverian, untuk menemui Suster Jane yang mengendarai mobil bersama saya ke Chinatown. Saya beruntung karena ia membantu mengajar anak-anak untuk persiapan sakramen krisma di paroki Santa Theresia maka setiap minggu saya mempunyai rekan sekerja yang menemani saya melakukan tugas kerasulan ini. Kami pergi ke paroki ini dengan sebuah mobil warna merah metalik kemudian mengikuti misa pukul 9.30. Dari pukul 11 hingga 12 saya seperti biasa menghadiri kelas sakramen krisma anak-anak yang dihadiri oleh semua peserta yaitu sejumlah 12 anak, dan kali ini Suster Jane mengajar mereka tentang syahadat para rasul yaitu: Allah yang mahakuasa pencipta langit dan bumi. Minggu depan saya akan mendapat giliran mengajar mereka dengan topik Tuhan Yesus Kristus Tuhan kita. Satu hal yang menarik buat saya adalah dari kelas tadi pagi anak-anak dapat tenang, taat dan memperhatikan pengajaran dari suster. Semoga minggu depan mereka juga akan berperilaku sama seperti hari ini. Saya percaya dengan keberadaan Suster Jane ini, anak-anak bisa lebih menghargai pengajaran yang disampaikan.
FEBRUARY 2004
1. 4th Sunday in Ordinary Time, February 01, 2004
I live in this world because of
manifestation of God’s love and
to participate in God’s loving-kindness (St. Bonaventure).
On Monday, January 26, we had a mass in the morning at 7.15 which was presided by Father Ken, sx. In the evening, Syafa and her son, Hasnan came to our house to meet Father Lupo. I took Chinese food from Nicky’s restaurant for our supper in the community because nobody cooked on that day. After supper, I took them to their house on foot.
On Wednesday, I had a class in the night, Christology and Culture. This time, the professor, Robert Schreiter was not present because he assigned another professor, Scott Alexander to explain about Jesus in Islam. For me, nothing was new from this lecture about Jesus. He entitled his lecture, Jesus the muslim. (m)uslim (with little m) means that somebody who does the will of God. Therefore all of us who are doing the God’s will can be named muslim with this general meaning. But, the (M)uslim (with capital M) is meant to the religion, Islam. In the beginning of the class, I submitted my paper, the first exercise about the image of Jesus. At 9.45 p.m. the lecture finished and luckily Adrian, my Xaverian confrere came to CTU by a car, so we (Victor, Alexis, Alejandro, and I) went home with him. The weather in that night was so cold.
On Thursday evening, all of us as Xaverian theology community went to the Combonian theology house to celebrate mass at 6 p.m. The Combonian invited Xaverian and Scalabrinian to this event. I counted there were about 47 people attending this friendship among missionaries congregation. The Combonian has 18 students, Scalabrinian 12 and Xaverian 7. In the beginning of mass, we introduced ourselves. Father Rocco,sx, the Xaverian rector was the only North American among us and the rest were from Italy, Latin America , Africa and I the only Asian. After having supper together and hospitality, we (Fahters Rino and Lupo, Chuy, Adrian and I) returned home. The weather outside was so cold, most likely below zero Fahrenheit.
On Friday morning after mass and breakfast, soon I went to CTU to attend a workshop about lector. It was given by Father Bayuk. There were about 25 students attending this two-hour training. One thing that impressed me was that he has experience that most of lectors are not well prepared. He could predict that somebody is preparing the reading or not from the way of his or her reading. He mentioned that most likely the lectors read too fast and not from their hearts; he almost never experienced someone reads too slow. At the end of this training, he invited two volunteers to read a scripture, one a Native English-American speaker, and another a Haitian student. After reading several times, they could improve their reading much better. At least from this training, there is an insight that I should prepare and practice the reading before the day and be slowly, attentive to read so that the listener can catch up the word of the Lord. One funny thing he mentioned that made all of us laughed was a lector in a parish where he had mass did mispronouncing the word ‘Gentile’ to be ‘genital’. He added that most probably if someone has mispronunciation of a certain word, he/she doesn’t know the meaning of the word.
Still on Friday, in the afternoon I went to CTU to meet an Indonesian nun, Sister Betty, FMM. She lives at 7th floor of CTU building. At 4.40 p.m. Mateus, svd drove us to the SVD theology house to have Lunar New Year mass at 5.15 p.m. Many people came to this event; most of them were from CTU and Vietnamese. After mass, we had supper and we met an SSpS sister from Flores who lives in Chicago as well. At 6.50 p.m. Mateus, svd dropped us home. Once again we’re lucky because we could avoid the cold weather with the kindness and generosity of Mateus, svd who willing to drop us.
On Friday evening, 7.30 to 9.15 p.m. we had a last meeting, our Xaverian theology community with Fathers Lupo and Rino. We’re grateful to have and welcome them during these days.
On Saturday morning at 7.15, we had a mass presided by Father Rino as conclusion of their (with Father Lupo) visit to our community. Both of them returned to Rome-Italy in the afternoon. I had a class in the morning, Pastoral Care, in the room 214 because the courtyard was used for a lecture. In the practicing of this counseling of my group, I got a mistake as a helper. I couldn’t understand the word ‘better off’ that came up from the helpee, so the rest I confused and misinterpreted. After class, I still stayed at CTU preparing my first oral exam of Origin and Eschatology. At 1.30 p.m. I went up to 6th floor to meet the professor of Origin and Eschatology, Zachary Hayes, OFM. It was my first experience having oral exam at CTU. It made me bit nervous. It’s about creation. I realized that I couldn’t speak fluently answering the questions, and fortunately the professor was so kind, he could understand me. After 20 minutes having conversation, I said, “I’m sorry that my English is not good”, then he hugged me saying, “It’s OK, I could understand and I also had such experience when I studied in German”; I could feel that he was full of compassion and fatherness. He got his doctoral degree in 1960’s in German. He reminds me the kindness, humility and generosity of an OFM professor in Indonesia, Martin Harun. It symbolized the loving kindness of God which was implemented to him. With the oral exam, I did read the books several times to grasp the meaning of the course. Most probably, if I don’t have oral exam, I just read the books once. The style of this exam is rather different with oral exam in Indonesia. In here, the professor asked about my understanding, so not merely the knowledge of the books but also my experience. I could mention my question and having discussion during the oral exam. I told him that when I was a kind, in the 5th grade of elementary school, I had question on myself, “Why and what for do I live in this world?” In that time also, I was thinking that I didn’t want have a religion because the high science which will find some new live from outer space will distract the religions. The religions will not exist anymore. I tended to be atheist. My doubt was answered by this course: I live in this world because of manifestation of God’s love and to participate in God’s loving-kindness (St. Bonventure).
On Sunday morning after having breakfast and prayer personally, I went to RSCJ sister house, just 5 minutes walking from the Xaverian house, to meet Sister Jane who drove me to Chinatown. I am lucky because she helps us to teach our confirmation class for children in Saint Therese Parish so every week I have a colleague to accompany me to do this ministry. We went to the parish by a new-red-metallic car then had a mass at 9.30 a.m. From 11 to 12 a.m. I was attending the confirmation class which was attended by all of the children, 12, and this time Sister Jane taught them about the Creed on God almighty creator of heaven and earth. Next week I will take my turn to envoy the topic about our Lord Jesus Christ. One thing that impressed me from this class was the children could be silent, obey, and pay attention to the teaching of the sister. Hopefully, next week they will be the same like today. I believe with the attendance of Sister Jane among us, the children are more respectful to our teaching.
2. Hari Minggu Biasa ke-5, 8 Februari 2004
Pada hari Senin, 2 Februari, siang hari saya ikut kuliah Origin dan Eskatology. Hari ini saya mendapat uang saku, 80 US $ dari Pastor Rocco seperti biasa untuk bulan Februari dan saya memberikan laporan keuangan bulan Januari padanya. Pada sore hari saya mengerjakan PR pastoral care. Saya mendapat e-mail dari Babka, dosen Problem of God musim gugur lalu. Ia memberiku nilai A untuk matakuliah ini setelah ia menerima paper yang kukirim lewat post beberapa hari lalu dan mengoreksinya. Syukur kepada Allah untuk rahmat ini dan segala kebaikannya. Sebenarnya saya tidak layak mendapat nilai yang baik ini.
Pada hari Selasa, 3 Februari, di pagi hari kami merayakan misa yang dipimpin oleh Pastor Pascal dan Pastor Rocco pergi ke Franklin – Milwaukee untuk rapat provinsial. Di siang hari saya mengikuti kuliah liturgi di CTU. Waktu makan siang, saya bercakap-cakap dengan Adrian. Saya sibuk mengerjakan PR laporan buku dari kuliah liturgi.
Pada hari Rabu pagi, 4 Februari, siang hari saya ikut kuliah Orgin dan eskatologi dengan tema kedua, Dosa dan yang Jahat. Tema ini selesai dan minggu depan kami akan memasuki tema terakhir yaitu Eskatologi. Ini berarti bahwa saya harus melakukan ujian lisan yang kedua yang bertema dosa dan yang jahat dalam beberapa hari mendatang. Setelah istirahat siang, jam 3 sore saya mulai masak. Untuk pertama kalinya saya masak opor ayam dengan bumbu instant. Setelah makan malam, Victor mengajakku untuk menelpon Setyawan di Mexico. Sebelum menelponnya, kami menelpon Maryono di Mexico City. Maryono bilang bahwa kami bisa menghubungi Setyawan di Guadalajara. Ia bilang bahwa ia juga akan ke Guadalajara mengunjungi Setyawan selama 2 atau 3 hari. Saya senang karena dapat berbicara secara pribadi dengan Setyawan di Guadalajara lewat telepon. Meskipun ia sedang sakit parah namun suaranya masih menunjukkan suatu tanda yang optimis dan bahagia. Atas nama komunitas teologi Xaverian di Chicago, saya menyampaikan dukungan dan doa bagi Setyawan. Saya berterima kasih kepada Victor yang telah mempunyai inisiatif ini. Dalam penderitaan sakit leukimianya, ia mampu berpasrah kepada kehendak Allah apa pun yang akan terjadi padanya ia siap menerimanya sambil kita berdoa untuk kesehatannya. Pada malam hari saya mengerjakan tugas paper liturgi.
Pada hari Kamis, 5 Februari, pada siang hari saya ada kuliah liturgi yang kali ini dibawakan oleh Gil Ostdiek, OFM. Kuliahnya tentang sejarah arsitektur gereja. Siang hari saya mendapatkan surat dari CTU, laporan studi. Surat ini memberikan penghiburan buat saya karena kuliah problem of God yang diberikan oleh Babka diberi nilai tidak lengkap beberapa minggu lalu karena dia tidak menerima paper terakhirku (hilang). Syukur kepada Allah sekali lagi, dia bermurah hati memberiku nilai A. Di sore hari jam 5 ada adorasi atau sembah sujud di kapel seperti tradisi Xaverian di seluruh dunia yang dipandu oleh Chuy dengan intensi khusus yaitu panggilan Xaverian dan Setyawan yang sedang sakit parah di Guadalajara, Mexico. Ada beberapa tamu yang datang dalam acara sembah sujud ini yaitu Pastor Herondi, Pastor Annielo, Pastor Adolph dan seorang suster dari Afrika yang belajar di CTU dan Theres juga dari CTU. Pada malam hari dari jam 7.45 hingga 9.30, kami mengadakan pertemuan komunitas. Kali ini Pastor Herondi dan Pastor Annielo membagikan pengalaman mereka dari hasil pertemuan mereka di Guadalajara – Mexico pada akhir bulan Januari 2004. Mereka menghadiri pertemuan para animator misi bersama dengan para Xaverian dari Mexico, Colombia dan Brasil. Nampaknya sampai saat ini hanya Xaverian provinsi USA saja yang tidak memiliki panggilan baru dari negara ini. Meskipun sulit untuk mendapat panggilan namun kami masih tetap memiliki usaha optimis yang harus dilakukan oleh semua Xaverian baik para pastor maupun fraternya.
Pada hari Jumat, 6 Februari pagi, kami merayakan misa yang dipimpin oleh Pastor Herondi, sx. Setelah sarapan, ia melanjutkan animasi misinya di Cleveland – Ohio. Sepanjang pagi hari saya gunakan waktu saya untuk mengerjakan PR liturgi. Setelah makan malam yang dimasak oleh Adrian, di kamar saya, kami (Victor, Adrian dan saya) bercakap-cakap dan berbagi cerita tentang pengalamanku sambil mereka melihat foto-fot di album koleksiku. Pada malam hari saya bercakap-cakap dengan Alexis di ruang komputer yang bertanya tentang Indonesia dan misi Xaverian di Indonesia. Kendati saya merasa kurang memiliki waktu resmi dalam komunitas untuk berbagi cerita dan pengalaman kepada para frater lain namun dari percakapan informal secara kekeluargaan ini, saya dapat membagikan pengalaman saya dan mengetahui para frater lain lebih dalam.
Pada hari Sabtu, 7 Februari, setelah misa yang dipimpin oleh Pastor Pascal, saya ke CTU untuk kuliah pastoral care. Kami menyerahkan tugas pertama kuliah ini berupa paper. Hari ini cuaca tidak terlampau dingin namun turun salju. Ketika saya makan siang, tiba-tiba datanglah tiga frater SX dari Milwaukee yaitu Ignas, Wawan dan Pascal mengunjungi kami. Mereka sedang mengadakan fieldtrip dengan sekolah bahasa Inggris mereka menonton sebuah konser musik di pusat kota Chicago pada sore hari kemudian akan kembali lagi ke Milwaukee di malam harinya. Setelah makan siang, mereka diantar oleh Alejandro ke pusat kota Chicago. Bangun dari tidur siang hari, Adrian, seorang frater Xaverian, menawari aku sebuah set komputer bekas dan tentu saja saya menerima dengan senang hati. Ia mendapatkan komputer bekas itu dari seseorang dan memperbaikinya sendiri karena Adrian seorang teknisi (engineer). Sejak beberapa minggu saya telah berangan-angan memiliki sebuah set komputer bekas di kamar sendiri dan saya sudah menyiapkan meja kecil untuk itu. Dengan kebaikan hati seorang frater Xaverian, yaitu Adrian, impianku terwujud. Ia berkata padaku bahwa saya bisa memakai komputer ini tanpa harus bayar alias gratis. Dengan komputer ini, sekarang saya dapat mengetik kisah saya dalam jurnal mingguan lebih cepat dari sebelumnya karena saya akan menulisnya kegiatan harian saya langsung pada hari itu juga tanpa menunda hingga akhir pekan. Lagipula, saya dapat mengetik tugas paper dari CTU sekolah teologiku di kamarku sendiri dengan musik. Syukur pada Allah atas rahmat ini dan atas kasih dan kebaikan hati frater kakak kelasku tertua di komunitas teologi Xaverian Chicago ini. Pada sore harinya pukul 6, kami (Alexis, Alejandro, Victor dan saya) pergi ke perayaan tahun baru Cina yang diadakan oleh sekolah dasar Santa Theresia – Chinatown di restaurant Furama. Ada beberapa tarian yang dibawakan oleh anak-anak sekolah ini. Dalam acara ini saya untuk pertama kalinya bertemu dengan bapak konsul jenderal RI di Chicago yaitu Bapak Daulat Pasaribu beserta isterinya. Pesta ini usai pukul 9.45 malam dan kami kembali ke rumah dengan mobil van. Pada malam hari saya mempersiapkan bahan pengajaran untuk kelas persiapan sakramen krisma di kamar saya sendiri dengan tema Yesus Putera Allah.
Pada hari Minggu, 8 Februari, setelah doa pagi pribadi di kamar, saya mengajak Alejandro yang hendak pergi ke gereja Santa Theresia untuk ikut bergabung dengan Suster Jane, RSCJ. Kami pergi ke rumah RSCJ kemudian menjemput Suster Betty, FMM di CTU. Setelah misa pukul 9.30 dalam bahasa Cantonese, saya mengajar anak-anak di kelas persiapan krisma seperti biasa. Suster Jane membantu saya menjelaskan pengajaran yang saya telah persiapkan, Yesus Putera Allah. Meskipun masih ada satu anak yang selalu bikin ulah alias nakal di kelas ini namun secara umum mereka memiliki kehendak baik untuk belajar. Mereka ada 12 anak yang datang hari ini, ini berarti 100 % dari yang ada. Setelah pengajaran selesai pukul 12 kurang 10 menit, saya ikut bergabung dalam misa bahasa Indonesia yang sudah dan sedang berlangsung separonya. Kami melanjutkan dengan ramah tamah dan makan siang di basement seperti biasa. Ada sekitar 50 orang yang datang pada misa kali ini. Kelompok koor yang terdiri dari ketiga frater SVD Indonesia dan seorang frater SVD Philipina dan juga beberapa rekan dari Chicago bagian Selatan sungguh bagus. Pukul dua siang saya mengantar Suster Betty ke toko di Chinatown namun sayangnya ia tidak mendapatkan bahan makanan Indonesia yang ia inginkan. Lalu kami pulang ke rumah dengan naik kereta api jalur merah dan bis nomor 15 turun di Hyde Park depan rumah Xaverian. Saya mengajaknya berkunjung ke rumah tempat saya tinggal dan memperkenalkannya kepada beberapa frater SX di sini. Akhirnya saya menemani dia pulang kembali ke CTU gedung di mana dia tinggal untuk program sabatikal hingga bulan Mei tahun ini. Sore hari saya dapat menikmati kamar pribadiku dengan sarana baru, sebuah set komputer bekas yang saya gunakan untuk menulis jurnal mingguan ini sambil mendengarkan music klasik dari CD.
“Kita dibentuk oleh mereka yang mencintai kita
dan juga oleh mereka yang menolak untuk mencintai kita”
2. 5th Sunday in Ordinary Time, February 08, 2004
On Monday, February 2, at noon I had a class of Origin and eschatology. Today I got $ 80,- from Father Rocco as usual for February and I gave him my money report of January. In the afternoon I did my pastoral care homework. I got an e-mail from Babka, the professor of problem of God. She gave me an-A for my grade in this course after she received my paper that I sent by post a couple of days ago and corrected it. Thank God for this grace and her kindness. Actually, I’m not worthy to receive this goodness.
On Tuesday, February 3, in the morning we had a mass presided by Father Pascal and Father Rocco headed to Franklin – Milwaukee for provincial meeting. At noon I had a liturgy class at CTU. During the lunch, I had time to chat to Adrian. I was busy doing my book review paper of liturgy class.
On Wednesday, February 4, at noon I had a class of Origin and eschatology with second section, Sin and Evil. It was finished and next week we will enter the last section, namely, Eschatology. It means that I have to do the second oral exam with the second section, sin and evil during next days. After siesta, at 3 p.m. I started to cook. For the first time I tried an Indonesian ingredient, ‘opor ayam’ (a kind of chicken with instant coconut). After supper, Victor invited me to call Setyawan up in Mexico. Before called him, we called Maryono up in Mexico City. He said that we can call Setyawan in Guadalajara. Maryono said that he would go to Guadalajara to visit Setyawan for 2 or 3 days. I was glad that I could talk to Setyawan in Guadalajara. Even though he is very sick but his voice still has an optimistic and happy sign. On the name of my Xaverian community theology in Chicago, I envoy our support and prayer. I thank to Victor who suggested this initiative. In his suffering of leukemia, he is able to give up to the will of God what is going to happen to him he is ready to accept it while we pray for his health. In the night I did my paper of liturgy.
On Thursday, February 5, at noon I had a class of liturgy which was held by Gil Ostdiek, OFM. His lecture was about the history of church architecture. At noon I got a letter from CTU, a grade report. It gave me consolation because the course of problem of God by Babka was given a grade since before it’s incomplete. Thank God she gave me an A. At 5 p.m. in the chapel we had a holy hour which guided by Chuy with special intention: vocation of Xaverian and Setyawan who is sick in Guadalajara – Mexico. There were some guests who joined this prayer, namely, Father Herondi, Father Annielo, Father Adolph, a sister from Africa who studies at CTU and Therese from CTU as well. In the night at 7.45 till 9.30 p.m. we had a community meeting. This time Father Herondi and Father Annielo shared about their meeting in Guadalajara – Mexico at the end of January 2004. They attended the Xaverian mission animation meeting together with other Xaverian from Mexico, Colombia and Brazil. It seems that only the USA Xaverian province as of now the Xaverians don’t have new vocation from this country. Even though it’s difficult but we still have optimistic effort which should be done by all Xaverians both priests and students
On Friday, February 6, morning, we had a mass presided by Father Herondi, sx. After breakfast, he continued his animation mission to Cleveland - Ohio. All morning I spent time to do my paper of Liturgy. After having supper which was cooked by Adrian, in my room we (Victor, Adrian and I) were chatting and sharing about my experience while they saw my pictures in photo albums. In the night I had a conversation in the computer room with Alexis who asked me about Indonesia and Xaverian mission in Indonesia. Even though I feel don’t have formal time in my community to share to them but from this informal conversation fraternally, I can share about myself and know the others.
On Saturday, February 7, after mass which was presided by Father Pascal, I went to CTU for Pastoral Care class. We submitted the first paper of this class. Today the weather is not so cold, but snowing. When I had lunch, suddenly three guys from Milwaukee, namely, Ignas, Wawan and Pascal came in to visit us. They had a fieldtrip with their English school watching a concert in downtown Chicago in the afternoon then they will return to Milwaukee in the evening. After having lunch, they were dropped by Alejandro in downtown. Waking up from siesta, Adrian, my Xaverian confrere, offered me a used computer and of course I accepted delightfully. He got the used computer from someone and repaired it. Since a couple of weeks I have dreamt having a personal computer in my room and I have prepared a small table for it. With the kindness of my Xaverian confrere, Adrian, my dream accomplished. He told me I can have it free of charge. With this computer, now, I can type my weekly journal faster than ever because I will write down my daily activity on the day without procrastinate till weekend. In addition, I can type my homework or paper from my study at CTU in my room with the music. Thank God for this grace and for the loving kindness of my oldest confrere (student) in my community. In the afternoon at 6 p.m., we (Alexis, Alejandro, Victor and I) went to Chinese New Year Party which was held by Saint Therese School-Chinatown at Furama restaurant. There were some dances from the Elementary School students. In this event I met a General Consulate of Indonesia in Chicago, Mr. Pasaribu and his wife. The party ended at 9.45 p.m. and we returned home by van car. In the night I prepared a teaching for confirmation class in my room with the topic Jesus is the son of the God.
On Sunday February 8, after personal prayer at my room, I invited Alejandro who wanted to go to Saint Therese church to join me together with Sister Jane. We went to RSCJ house then picked Sister Betty, FM up at CTU. After mass at 9.30 in Cantonese, I taught confirmation class as usual. Sister Jane helped to explain the lesson I have prepared, Jesus the Son of God. Even though there was still one boy who made nuisance, but generally they had willingness to learn. They were 12 children coming today. After this teaching finished at ten to twelve a.m., I went to Indonesian mass which was already in the middle. We continued with hospitality and lunch at basement as usual. There were about 50 people coming to this mass. The choir group which consisted of three SVD Indonesia students and one Philippines and some others from Southside was great. At 2 p.m. I took Sister Betty to Chinese stores but unluckily she couldn’t get an Indonesian food she wants. Then we went home by red line train and bus no. 15 stopping at my Xaverian house in Hyde Park. I invited her to come to our house and introduce her to some of Xaverian students. Finally, I accompanied her to CTU where she lives for sabbatical program till May. In the afternoon I can enjoy my room with new tool, a set of used computer, which I use for writing this journal while I listen to the classical music of CD.
“We are shaped by those who love us
and by those who refuse to love us”
3) 6th Sunday in Ordinary Time, February 15, 2004
Monday, February 9, 2004. After woke up at 6.15 in the morning and took a shower, I watered the plants in the chapel. Mass presided by Father Rocco was begun at 7.15 in which I was in charge of the prayer and lector. At noon, 11.30 – 12.45, I had class at CTU, the Eschatology which gave me insight that God is our final place (Augustine) and relation between futurology toward eschatology. In the evening I spent my time in my room, reading liturgy courses for tomorrow, listening to classical music, reading Christology books, and writing this journal. My room seems lighter than before especially after I put 2 new-75-watt-bulb that help my sight a lot to read the books.
Tuesday, February 10, 2004. In the morning I read news about the sudden death of the Xaverian provincial of the Republic of Democratic Congo, Simone Vavassori, sx in age 67 years old. We pray for him, his family and Xaverian missionaries in Congo. At noon I had liturgy class in which I learned time line of revised Latin mass since Second Vatican Council till now. There are many and often changes and translations into American English of it. It seems that the translation of American English is important for other vernaculars in the world. At the end of this class, I submitted my book review paper entitled Worship and Spirituality by Don E. Saliers. In the afternoon I read some Christology books that I haven’t read yet. In the night I got phone call from New York, an Indonesian friend, namely, Slamet.
Wednesday, February 11, 2004. The mass in the morning was intended for a Xaverian priest in Congo who just died yesterday, namely, Simone Vavassori. Some of us who knows him gave sharing to us. Since three weeks I didn’t do body exercise, so I tried to do it again, just 30 minutes enough for me. I had class of Eschatology at noon. In the evening I attended the Christology and Culture class by Robert Schreiter. I got back the first exercise paper about the image of Jesus.
Thursday, February 12, 2004. I read an article of Liturgy course entitled Women in the Bible and the Lectionary by Ruth Fox, OSB. It’s interesting because from her feminist point of view, she points out many evidences of the bible pertaining to women are omitted in the lectionary. Unluckily, it wasn’t discussed in our class today. When I asked of my classmate, an American lady, her reaction was quite mad and she never knew before. In the afternoon we had an adoration to holy sacrament, holy hour which was guided by Jacques. Once again we prayed for a Xaverian priest who died in Congo a couple of days ago, Simone Vavassori. In the evening after supper, we had a community meeting as usual.
Friday, February 13, 2004. In the morning after lectio divina together, I cleaned the 2nd and 3rd floor, chapel and bathroom. In the afternoon Victor took me to CTU to attending a mass in the Passionist chapel at 8th floor. After supper, Victor invited me to go to Syafa’s house together with Adrian dropping some food that she bought this morning. We stopped at CTU for a moment then returned home. I read my reading assignment of pastoral care class for tomorrow morning. In the night I ironed my clothes as usual I do once a week. In the midnight I called my youngest brother up in Ponorogo-East Java. I was very glad listening to his great enthusiasm in his own work, running motor service station which seems more growing and put it in his total faith in Jesus who he believed in his Christian religion (Bethany).
Saturday, February 14, 2004. Today is the feast of Valentine Day, nevertheless there’s nothing special; we don’t celebrate it. Since the heater of our house didn’t work, the morning cold attacked me in the chapel during mass and in the afternoon it worked again after somebody fixed it up. Luckily, I have an electric heater that I bought last year so my room was quite warm. After breakfast “chocolate-cookies-sandwich”, I had pastoral care class at CTU from 8.30 to 11.15 a.m. First session we practiced in triad as helper, helpee and observer. The second one we watched a video entitled Broken Vows, illustrating the domestic violence in which the women were victimized and battered by their husbands. At the end of the class we received our papers. In the afternoon I did my homework of liturgy paper, namely, annotated bibliography of three chapters from three sources. It entailed me to be patient on reading, understanding, and writing down. It was done in the night. I was glad to have a new stato del personale (2004) and i saveriani, a Xaverian magazine from Rome. I read them as intermezzo doing my liturgy homework.
Sunday, February 15, 2004. I went to Chinatown church with Sister Jane, RSCJ by her car, having mass at 8.30 in which Petrus preached homily. In the confirmation class, Petrus taught about Holy Spirit. I returned home earlier by CTA train and bus because I had to cook this afternoon. I cooked as usual: rice, rendang, fried fish, crackers and tom yup soup. The temperature in the house is rather hot since the heater now works too much.
“To love and to be loved as a human being give a highest meaning in our life”.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
3) Hari Minggu Biasa ke-6, 15 Februari 2004.
Senin, 9 Februari 2004. Setelah bangun tidur pukul 6.15 pagi dan mandi, saya menyirami tanaman di kapel. Misa dipersembahkan oleh Pastor Rocco dimana saya bertugas memimpin doa dan menjadi lektor. Siang hari saya ikut kuliah di CTU, yaitu Eskatologi yang memberikan pencerahan bagi saya bahwa ‘Allah adalah tempat terakhir kita’ (Agustinus) dan hubungan antara futurology dengan eskatologi. Malam hari saya guanakan waktu saya berdiam diri di kamar, membaca buku-buku dari matakuliah liturgi untuk kuliah besok, mendengarkan musik klasik, membaca buku-buku Kristologi dan menulis jurnal ini. Kamar tidur saya nampak lebih terang daripada sebelumnya khususnya setelah saya pasang dua lampu pijar 75 watt baru yang sangat membantu penglihatanku dalam membaca buku.
Selasa, 10 Februari 2004. Pada pagi hari saya membaca berita duka tentang kematian mendadak seorang provinsial Xaverian di Congo, yaitu Simone Vavassori, sx dalam usia 67 tahun. Kita berdoa untuknya, keluarga yang ditinggalkannya juga misionaris Xaverian di Congo. Siang hari saya kuliah liturgi di mana saya belajar kurun waktu misa Latin yang direvisi sejak Konsili Vatikan II hingga sekarang. Ada banyak dan sering kali perubahan dan terjemahan ke dalam bahasa Inggris Amerika. Nampaknya terjemahan ke dalam bahasa Inggris Amerika ini cukup penting untuk bahasa-bahasa lokal lain di dunia (bahasa Inggris jadi pedoman untuk terjemahan ke dalam bahasa lain selain bahasa Latin). Pada akhir kelas saya menyerahkan tugas paper book review yang berjudul Worship and Spirituality oleh Don E. Saliers. Sore hari saya membaca buku-buku untuk bahan kuliah Kristologi yang belum sempat terbaca. Malam hari saya mendapat telepon dari New York, yaitu seorang teman Indonesia, Slamet.
Rabu, 11 Februari 2004. Saat misa pagi hari kami berdoa secara khusus untuk seorang misionaris Xaverian di Congo yang baru saja meninggal kemarin, yaitu Simone Vavassori. Beberapa dari kami yang mengenal beliau membagikan sharing tentang dia. Sudah sejak tiga minggu ini saya tidak melakukan olah raga atau jogging, maka saya mencoba melakukannya lagi, hanya 30 menit sudah cukup bagi saya. Saya mempunyai kuliah Eskatologi di siang hari dan malam hari Kristologi dan Kebudayaan yang dosennya adalah Robert Schreiter. Ia membagikan kembali paper latihan pertama yang sudah diserahkan dua minggu lalu tentang image Yesus.
Kamis, 12 Februari 2004. Saya membaca sebuah artikel dari kuliah liturgi yang berjudul Wanita dalam Kitab Suci dan Lectionary (bacaan Kitab Suci dalam misa) yang ditulis oleh Ruth Fox, OSB. Tulisan ini menarik karena dari pandangan feminis penulis, ia menunjukkan banyak bukti dari Kitab Suci yang menyangkut wanita dihilangkan dalam bacaan misa. Sayangnya hal ini tidak didiskusikan dalam kelas hari ini. Ketika saya bertanya kepada sorang teman wanita Amerika, reaksinya agak marah (waktu membaca artikel ini) dan ia tidak pernah mengetahui hal ini sebelumnya. Sore hari kami mengadakan adorasi pada sakramen mahakudus yang dipandu oleh Jacques (seorang frater dari Congo). Sekali lagi kami berdoa bagi seorang imam Xaverian yang meninggal beberapa hari lalu yaitu Simone Vavassori. Malam hari setelah makan malam seperti biasa kami mengadakan pertemuan komunitas.
Jumat, 13 Februari 2004. Pagi hari setelah lectio divnia (renungan kitab suci) bersama, saya membersihkan lantai dua dan tiga, kapel dan kamar mandi. Sore hari Victor mengantar saya ke CTU untuk mengikuti misa sore jam 5 di kapel Pasionis di lantai 8. Setelah makan malam, saya diajak Victor ke rumah Mbak Syafa bersama dengan Adrian juga mengantar bahan belanjaan makanan yang dia beli pagi ini. Kami berhenti sejenak di CTU lalu pulang kembali ke rumah. Saya membaca tugas bacaan untuk kelas pastoral care buat kuliah besok pagi. Malam harinya saya menyeterika baju seperti biasa kulakukan seminggu sekali. Pada tengah malam saya menelpon adik bungsu saya di Ponorogo-Jawa Timur. Saya sungguh gembira mendengarkan semangatnya yang besar dalam pekerjaannya sendiri, bengkel sepeda motor yang nampaknya semakin berkembang dan ia menyerahkan usahanya ini pada imannya secara total kepada Yesus yang ia yakini dalam agama Kristen (Bethany).
Sabtu, 14 Februari, 2004. Hari ini adalah pesta hari Valentine, namun demikian tak ada acara khusus, kami tidak merayakannya. Karena pemanas ruangan di rumah ini tidak hidup, dinginnya pagi hari sungguh menyerangku di kapel selama misa pagi dan di sore hari pemanas hidup lagi setelah diperbaiki oleh seseorang. Untungnya, saya memiliki sebuah pemanas elektronik di ruangan sehingga kamarku cukup hangat. Setelah sarapan dengan menuku sendiri “sandwich coklat dan biskuit”, saya menghadiri kuliah pastoral care di CTU dari jam 8.30 hingga 11.15. Bagian pertama kelas ini kami mengadakan latihan konseling dalam kelompok trio sebagai helper-helpee-observer. Bagian kedua kami menonton video yang berjudul Broken Vows, menggambarkan kekerasan dalam rumah tangga dimana wanita dijadikan korban dan pemukulan sewenang-wenang oleh suami mereka. Pada akhir kuliah kami menerima paper kami kembali. Sore hari saya mengerjakan PR liturgi yaitu annotated bibliography (semacam ringkasan singkat sekitar 3 kalimat tiap bab sebuah buku) dari tiga bab yang berasal dari tiga sumber. PR ini menuntutku untuk bersabar dalam membaca, memahami dan menulis kembali. Ini selesai di malam hari. Saya senang pula sore ini menerima sebuah buku stato del personale baru edisi 2004 (yang berisi semua nama dan alamat para Xaverian di dunia) dan majalah i saveriani dari Roma-Italia. Saya membacanya sebagai selingan mengerjakan PR liturgy.
Minggu, 15 Februari 2004. Saya pergi ke gereja di Chinatown bersama Suster Jane, RSCJ dengan mobilnya, ikut misa pukul 8.30 dimana Petrus berkhotbah. Dalam kelas krisma anak-anak Petrus mengajar tentang Roh Kudus. Saya kembali ke rumah lebih awal dengan kereta dan bis CTA karena saya harus memasak sore ini. Saya seperti biasa memasak: nasi, rendang, ikan goren, krupuk dan tom yam (Thailand) sup. Suhu udara di dalam rumah agak panas karena mesin pemanasnya berfungsi terlalu maksimal.
“Mencintai dan dicintai sebagai insan manusia
memberikan sebuah makna tertinggi dalam hidup kita”
4) 7th Sunday in Ordinary Time, February 22, 2004
Monday, February 16, 2004. Today there’s nothing special, as usual we had a mass in the morning 7.15 and I had Eschatology class at noon. In the afternoon I looked about courses offered by CTU for spring quarter and I chose 7 alternatives that fit for me. After supper, I read liturgy courses for tomorrow and some articles of feminism for the Christology class on Wednesday night.
Tuesday, February 17, 2004. At noon I had liturgy class. In the supper, we celebrated the birthday of Father Adolph Menendez, sx, 64 years old. In the night Syafa called me up asking me to accompany her tomorrow at noon, after my liturgy class, to Indonesian Consulate in Chicago.
Wednesday, February 18, 2004. In the morning at 9 o’clock, I had met my academic advisor, Gil Ostdiek, ofm to have advisement for spring quarter. Regarding my theology credit that I have from my previous study, he still needs time to have meeting with the dean. For next quarter I plan to take 4 courses: Early prophecy, Modern mission history, Native American Spirituality and Issues in spiritual formation. He made copies of my transcript of theology study of STF Driyarkara-Jakarta. Afterward, I spent my morning at library then I had class of Eschatology at noon. At night I had class of Christology & Culture in which this time Steve Bevans, svd, gave the lecture about feminist Christology. He supposed teaches with Barbara Reid, op, but she couldn’t come because of sick. At home in the night I read the reading assignment for liturgy class tomorrow.
Thursday, February 19, 2004. After mass I did jogging in the basement in order to be fit. After having a class of liturgy in which I submitted my paper of annotated bibliography I, I attended a meeting about conversion of new curriculum at CTU, from quarter to semester system, from 1 to 2.45 p.m. It seems that I have to wait and see the news from my academic advisor regarding my theology credits whether my theology credits from Jakarta can be transferred or not and then I will know the prediction of my future study. In our community meeting at night, we invited Jo Ann McCaffrey and Sister Betty, FMM from CTU presenting about the Enneagram. It’s a sort of tool to help us know our personality. We’ll meet them again next 2 weeks.
Friday, February 20, 2004. After woke up in the morning at 7 o’clock, I prayed personally at my room. At 9 a.m. we went to a retreat house, Portiuncula, at Southern Chicago, about 30 minutes travelling from here. The retreat began at 10 was led by Father Aniello, sx. He shared about prayer and community. Concluding by mass in the afternoon, we returned to home. In my personal reflection during the retreat, I pondered that I didn’t have experience of family prayer but I do have good experience of Catholic neighborhood prayer in my hometown since I was in High School. Since then it influenced me to have idea to be a priest. I had a very good and discipline of community prayer in my Xaverian formation both in the pre-novitiate/novitiate and the philosophy house in Jakarta. It seems that the higher of the formation level the more I have to be responsible to my spiritual life. It is evidenced in my recent life in Chicago. Unlike in Jakarta, in here I have more time for personal prayer that I should do responsibly and fervently. I’m very grateful to the basic formation I have received in Indonesia that sustains my life now and the future to be faithful of the virtues of spiritual life. This time is a time of challenge of my spiritual life facing the great freedom I endure and also kairos to know and to be of my real. In the afternoon I prayed personally the evening prayer, then having supper also personally while we were watching 15 minutes video cassette about 50 years Xaverians in Mexico. As usual I do ironing my clothes weekly. In my room, I studied about Sin and Evil as preparation of oral exam for tomorrow.
Saturday, February 21, 2004. In the morning I had a class of pastoral care. After class, I met Gil Ostidek asking about the courses I will take in the spring. I still stayed at CTU studying second section of Origin & Eschatology about Sin and Evil for I had an oral exam at 1.30 p.m. When I took lunch at home, Father Victor Bongiovanni, sx, already came from New York; he will be living in our theology community. Hearing his voice, it reminded me the voice of my rector in philosophy-Jakarta, Father Angelo Geremia. At 4 p.m. by CTA bus and train, I went to cathedral for confession. It seems there’re more people in the line of confession than ever, maybe it’s close to the season of Lent. Today the weather is nice, not so cold like before.
Sunday, February 22, 2004. This morning I went to Chinatown with Sister Jane. Instead of having mass at 9.30 as usual, I had a mass at 1 p.m., a memorial English mass of Magda Locklin’s mother who passed away on February 7 in Indonesia, presided by Father Edi, osc. Sister Jane taught the confirmation class with the topic about Church. At 11 a.m. there was a Mandarin mass in the church and they had lunch in the basement. So, today I had three times of lunch: Mandarin/Chinese food, then spiritual food (mass), and Indonesian food. Father Victor Bongiovanni also came to Saint Therese church. In the afternoon I had a spiritual direction with Father Michael. Before I returned home, he gave me new clothes and fruit Thai ‘durian’. Petrus took us (Father Bongiovanni and I) home.
“If we want to be perfect,
we have nothing to do than
to perform the ordinary duties of the day well”
(Cardinal John Newman).
4) Hari Minggu Biasa ke-7, 22 Februari 2004
Senin, 16 Februari 2004. Hari ini tidak ada sesuatu yang khusus, seperti biasa misa pagi jam 7.15 dan saya ikut kuliah Eskatologi di siang hari. Sore hari saya melihat-lihat matakuliah yang ditawarkan oleh CTU untuk musim semi mendatang dan saya memilih tujuh alternatif yang kira-kira cocok untuk saya. Setelah makan malam, saya membaca bahan untuk kuliah liturgi besok siang dan beberapa artikel tentang feminisme untuk kelas Kristologi hari Rabu malam yang akan datang.
Selasa, 17 Februari 2004. Siang hari saya ikut kuliah liturgi. Waktu makan malam, kami merayakan hari ulang tahun Pastor Adolph Menendez, sx, 64 tahun. Malam hari Mbak Syafa menelpon saya meminta agar saya menemani dia ke kantor Konsulat Indonesia di Chicago sekitar jam satu siang setelah aku selesai kuliah.
Rabu, 18 Februari 2004. Pagi hari pukul 9 saya bertemu dengan penasehat akademis saya di CTU yaitu Gil Ostdiek, ofm, untuk minta persetujuan kursus yang harus kuambil di musim semi mendatang. Berkenaan dengan kredit teologi yang saya punya dari STF Driyarkara-Jakarta, ia masih butuh waktu lagi untuk membicarakannya dalam pertemuan dengan para dosen lain (sejak awal-awal saya studi di CTU hingga sekarang dia selalu memberi janji untuk memastikan apakah kredit teologi saya dari Jakarta bisa ditransfer di CTU atau tidak, namun hingga hari ini pun dia masih berjanji lagi…sebagai mahasiswa baru CTU yah saya hanya bisa mencoba untuk bersabar saja, terserah apa pun hasilnya nanti saya menerima saja….) Untuk musim semi nanti yang dimulai akhir bulan Maret aku akan ambil 4 matakuliah: Awal kenabian, sejarah misi modern, spiritualitas Amerika asli, dan isue dalam pembinaan rohani. Ia memfotokopi transkrip nilai saya dari studi teologi saya di Jakarta. Sesudah itu, saya di perpustakaan dan siangnya kuliah Eskatologi. Pada malam harinya saya kuliah Kristologi dan Kebudayaan yang kali ini dosennya adalah Steve Bevans, svd, yang memberikan tema Kristologi dalam kacamata kaum feminist. Seharusnya dia membawakannya bersama Barbara Reid, op, namun ia berhalangan untuk hadir karena sakit. Di rumah malam harinya saya membaca matakuliah liturgi untuk kuliah besok siang.
Kamis, 19 Februari 2004. Setelah misa saya melakukan sedikit olah raga biar sehat. Setelah kuliah liturgi di mana saya mengumpulkan paper anotasi bibliography I, saya menghadiri pertemuan tentang konversi/peralihan dari sistem quarter ke semester sebagai kurikulum baru di CTU yang akan berlaku mulai September 2004 nanti. Nampaknya saya harus menunggu berita dari penasehat akademis saya apakah kredit teologi saya dari Jakarta bisa ditransfer atau tidak lalu aku baru akan tahu rencana studi ku di Chicago ini (kalau misalnya tidak bisa ditransfer berarti saya akan kuliah teologi meraih gelar M.Div selama 4 tahun yaitu hingga tahun 2007 namun kalau diterima saya perkirakan M.Div akan selesai hanya 3 tahun yaitu tahun 2006 tapi kalau ditambah MA (S-2 teologi) berarti juga akan selesai sekitar tahun 2007. Bagi saya nampaknya lebih sreg ambil MA kalau ada transfer kalau nggak saya pikir nggak perlu ambil MA, saya nggak mau lama-lama studi di Chicago ini, 4 tahun sudah terlalu lama buat saya. Entahlah, kita lihat saja nanti). Dalam rapat komunitas malam ini, kami mengundang Jo Ann McCaffrey dan Suster Betty, FMM, dari CTU membawakan latihan mengenai Enneagram. Ini semacam sarana untuk membantu kita mengenal kepribadian kita. Kami akan bertemu mereka dua minggu lagi.
Jumat, 20 Februari 2004. Setelah bangun pagi pukul 7, saya berdoa pribadi di kamar. Pukul 9 pagi kami pergi ke sebuah rumah retret, Portiuncula, sebelah Selatan Chicago, sekitar 30 menit perjalalan dari sini. Retret setengah hari ini mulai pukul 10 pagi yang dipimpin oleh Pastor Annielo, sx. Ia membagikan pengalamannya mengenai Doa dan Komunitas. Retret ditutup dengan misa pada sore hari, kami segera kembali ke rumah, sementara suhu udara hari ini lebih hangat daripada sebelumya, sekitar 40 derajat Fahrenheit. Dalam refleksi saya pribadi selama retret ini, saya merenungkan bahwa saya tidak memiliki pengalaman doa bersama keluarga tapi saya memiliki pengalaman yang baik dalam doa bersama lingkungan Katolik tempat saya tinggal sewaktu di SMA yaitu di Madiun. Kemudian hal ini berpengaruh pada saya yaitu menimbulkan cita-cita dalam diri saya untuk menjadi pastor. Saya memiliki pengalaman yang sangat baik dan disiplin dalam doa komunitas dalam pembinaan Xaverian baik di pra-novisiat/novisiat maupun di rumah studi filsafat di Jakarta. Nampaknya semakin tinggi tingkat pembinaan yang saya jalani semakin saya harus bertanggungjawab atas kehidupan rohani saya sendiri. Hal ini terbukti jelas dalam hidup saya saat ini di Chicago. Tidak seperti di Jakarta, di sini saya memiliki lebih banyak waktu untuk doa pribadi yang harus saya lakukan dengan penuh tanggung jawab dan ketekunan. Saya sungguh bersyukur atas pembinaan dasar yang saya terima di Indonesia yang menopang kehidupan saya saat ini dan masa depan menjadi setia dalam keutamaan-keutamaan hidup rohani. Saat ini adalah saat penuh tantangan bagi hidup rohani saya dan sekaligus juga kairos untuk mengetahui dan menjadi jati diri saya sendiri. (aku real). Sore hari saya berdoa pribadi doa sore dari brevir kemudian makan malam pribadi (karena tidak ada yang masak, juga karena pulang dari retret sudah terlalu sore) sambil menonton kaset video tentang 50 tahun Xaverian di Mexico. Seperti biasa saya menyeterika baju saya sendiri (acara mingguan pribadi). Di kamar saya sendiri, saya belajar tentang Dosa dan Yang Jahat untuk persiapan ujian lisan besok.
Sabtu, 21 Februari, 2004. Pagi hari saya mengikuti kuliah pastoral konseling. Usai kuliah, saya menemui Gil Ostdiek, pembimbing akademis di CTU menanyakan matakuliah yang akan saya ambil untuk musim semi nanti. Saya masih di CTU belajar matakuliah Origin dan Eskatologi bagian kedua yaitu tentang dosa dan yang jahat untuk ujian lisan kedua jam 1.30 di ruang 602, dosennya Pastor Zachary Hayes, OFM, sekitar 70-an tahun. Ketika makan siang di rumah, Pastor Victor Bongiovanni, sx sudah tiba di sini dari New York, ia akan tinggal di komunitas teologi ini. Mendengar suaranya, saya teringat akan rektor filsafat saya di Jakarta yaitu Pastor Angelo Geremia. Pukul 4 sore saya pergi sendirian naik bus dan kereta CTA ke gereja katedral untuk pengakuan dosa. Nampaknya kali ini lebih banyak orang yang antri untuk sakramen rekonsiliasi ini, sebelumnya saya nggak pernah ngantri, mungkin sudah dekat dengan masa pra paskah. Hari ini udara cukup bagus, tidak dingin seperti sebelumnya.
Minggu, 22 Februari 2004. Pagi ini saya pergi ke Chinatown bersama Suster Jane. Saya tidak ikut misa pukul 9.30 seperti biasa tapi misa jam satu siang, misa dalam bahasa Inggris untuk mengenang ibundanya Magda Locklin yang wafat di Indonesia tgl 7 Februari lalu, dipimpin oleh Romo Edi, osc. Suster Jane mengajar kelas krisma hari ini dengan tema tentang Gereja. Pukul 11 juga ada misa bahasa Mandarin di gereja Santa Theresia dan mereka berkumpul bersama untuk makan siang di basement setelah misa. Maka, hari ini saya makan siang tiga kali: pertama makanan Mandarin karena sudah siang dan lapar, kedua makanan rohani yaitu misa jam satu siang dan ditutup dengan makanan Indonesia, maka lengkaplah sudah. Pastor Bongiovanni juga datang ke Chinatown, diantar Pastor Rocco. Sore hari saya bertemu Pastor Michael untuk bimbingan rohani. Sebelum pulang ke rumah, Pastor Michael memberiku baju baru dan durian Thailand. Petrus mengantar saya dan Pastor Bongiovanni pulang ke Hyde Park.
“Jika kita ingin menjadi sempurna,
kita tidak perlu melakukan sesuatu kecuali
melakukan tugas rutin harian dengan baik”
(Cardinal John Newman).
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment