True solitude is deeply aware of the world’s needs.
It does not hold the world at arms length.
It is in deep solitude
That I find the gentleness
With which I can truly love my brothers and sisters.
The more solitary I am, the more affection I have for them.
It is pure affection,
And filled with reverence for the solitude of others.
Solitude and silence teach me to love my brothers and sisters for what they are,
Not for what they say. (Thomas Merton)
1) 4th Sunday of Easter, May 02, 2004
Monday, April 26, 2004. The whole day since morning till afternoon, I was doing my paper of Modern Mission History and reading a book of Frederick W. Norris entitled Christianity, A Short Global History for this class also some articles of Issues in Spiritual Formation course. From 7 to 9.45 p.m. I had a class of Modern Mission History in which we discuss about polygamist culture in African mission who likes to be baptized. During the night I was reading the article of Spiritual Formation class in order to write a small paper and post it in the website of the professor weekly. The topic is how does the study of theology aid /hinder my spiritual formation program in the Xaverians? In midnight, I called Father Sandro Peccati, sx up in Toasebio parish - Jakarta to utter my congratulation of his 70th birthday.
Tuesday, April 27, 2004. After having a Mass at 7.15 presided by Father Pascal, I was writing my small paper for Issues in Spiritual Formation. At noon, I accompanied Sister Betty, FMM an Indonesian sister who undertakes the sabbatical program at CTU till My 13, to go to downtown Chicago. She treated me eating lunch pizza after she cut her hair at Super-Cut salon in a mall located between Randolph and Clark Street. We had a nice conversation about many things. I am very grateful for the merit of Mother Oey in Indonesia who introduced me to Sister Betty before she came to Chicago to follow the 4-mont program at CTU. Thank you Sister Betty for your kindness, friendship and best wishes to me during your a momentary living in Chicago. Hopefully, we will meet again next year or next 3 years when I will be back to Indonesia. At night after dinner, I was reading a book entitled The Healing Circle for the class of Native American Spirituality. After 2.5 hours reading, I got a phone call from my Indonesian friend from New York City, Slamet. After chatting a while with Slamet who just moved to his new apartment in NYC, I got another phone call from my Indonesia friend of CICM student who studies theology in San Antonio-Texas. Thank you very much Slamet and John for your call and your friendship to me. I will remember you in my prayer and in my weekly journal to you as well.
Wednesday, April 28, 2004. After having a Mass at 7.15 a.m., at my room I was continuing reading the 200-page-book entitled The Healing Circle then I wrote a 3-page paper of it for today’s class. At 7 p.m. I had a class of Native American Spirituality took place as usual at Combonian house. There was a guest talking to this class about the law for Indian in the USA. I went home earlier at 8.45 p.m. because there was a briefing for the students who will go to a field trip to South Dakota, but I don’t go this time. While the weather outside was very warm and windy, about 75 degrees Fahrenheit (24 degrees Celsius).
Thursday, April 29, 2004. In the morning after the Mass, I went to CTU by bicycle to attend a class of Issues in Spiritual Formation. I was struck by a lesson about friendship as the professor, Friar Gilberto, OFM pointed out that love is “When it is exercised with mutual correspondence, it is called the love of friendship. Mutual correspondence consists in three things. It is necessary that friends love one another, that they know they love one another, and that they have communication, intimacy, and familiarity with one another.” In the afternoon Petrus joined us to have the Holy hour led by Jacques. At 7.30 to 9 p.m., we had a community meeting.
Friday, April 30, 2004. At 6.45 a.m. I attended a Mass presided by Father Victor then at 7.30 he guided our ‘lectio divina’. I went to CTU for workshop with the topic Ministry across cultural boundaries. The first one hour, Father Anthony Gittins talked about Introduction of this topic for one hour and one thing was impressed me is that we as minister should be ready to enter a wonderland mission with a degree on our humility, openness and conversion. There are a process of our real ministry that we perceive the homeland, the wonderland and the newfoundland. The second part I chose to attend a workshop of Father DePaul Genska, OFM about Female Prostitute. After lunchtime, there were two ladies from Genesis House were sharing about their ministry for the converted female prostitute and one African American’s experience to be accepted by this community toward a ‘normal’ life. It was ended at 2.30 p.m. At night I got an e-mail from CTU about the fall semester courses.
Saturday, May 01, 2004. In the morning I met my academic advisor at CTU to ask about the possibility of my credit transfer and he told me about it and still wait the official letter from the dean next week. From 11.30 till 2.15 I attended a Family Dynamic class. After class, I went to an Indian (Native American) celebration, named Pow-wow with Sergio and two SVD’s students. It was held at St. Irving Street at Saint Benedict School. We were there for one hour and a half, watching the Indian dance and eating Indian food, Indian fried bread taco. Sergio took us home in Hyde Park. At night I was doing my paper from Modern Mission History.
Sunday, May 02, 2004. At 9 a.m. I went to Saint Therese church with Sister Jane, RSCJ. We attended a Cantonese Mass at 9.30 a.m. presided by Father Tim. After Mass, Sister Jane was teaching the confirmation kids. At 12.15 Sister Jane drove me home. This evening the temperature is dropped, colder than ever, about 30’s degree Fahrenheit.
"Only the good and rational person is capable of true friendship, for reason stirs up and nourishes friendship" (Francis DeSales)
Kesunyian yang benar adalah secara mendalam sadar akan kebutuhan dunia.
Kesunyian ini tidak merenggut dunia ini dalam dekapannya.
Dalam kesunyian yang mendalam
Saya menemukan kelembutan
Dimana saya dapat sungguh mencintai para saudara dan saudari saya.
Semakin saya mengalami kesunyian, semakin saya memiliki kasih bagi mereka.
Ini adalah kasih sayang yang murni,
Dan dipenuhi dengan penghormatan akan kesunyian yang lain.
Kesunyian dan ketenangan mengajar saya untuk mencintai para saudara dan saudari saya apa adanya mereka,
Bukan apa yang mereka ucapkan. (Thomas Merton)
1) Minggu Paskah IV, 02 Mei 2004
Senin, 26 April, 2004. Sepanjang hari dari pagi hingga sore, saya mengerjakan paper untuk kuliah Sejarah Misi Modern dan membaca sebuah buku karya Frederick W. Norris berjudul Christianity, A Short Global History untuk kelas ini, juga saya membaca beberapa artikel untuk kuliah Isu dalam Spiritual Formation. Dari pukul 7 hingga 9.45 malam saya mengikuti kuliah Sejarah Misi Modern di mana kami berdiskusi tentang masyarakat poligami di Afrika yang berkeinginan untuk dibaptis. Sepanjang malam, saya membaca bahan kuliah Isu dalam Spiritual Formation sebagai bahan untuk menulis paper pendek dan mengirimnya lewat website kepada dosennya melalui forum diskusi yang rutin dilakukan setiap minggu. Topik kali ini adalah: bagaimana studi teologi bisa membantu/menghalangi program formasi rohani saya di Xaverian? Tengah malam saya menelpon Pastor Sandro Peccati, sx di paroki Toasebio-Jakarta untuk ucapin selamat ultahnya ke-70.
Selasa, 27 April 2004. Setelah misa pagi pukul 7.15 yang dipimpin oleh Pastor Pascal, saya menulis paper kecil untuk kuliah Isu dalam Spiritual Formation. Tengah hari saya menemani Suster Betty, FMM, seorang suster dari Indonesia yang menjalani tahun sabatikal di CTU hingga 13 Mei, pergi ke pusat kota Chicago. Ia mentraktir saya makan siang, Pizza setelah ia gunting rambut di salon Super Cut di sebuah mall di bilangan antara Randolph dan Clark Street. Kami berbincang-bincang tentang banyak hal termasuk kisah hidup dan panggilan saya di Xaverian ini demikian pula beliau juga bercerita padaku. Saya berterima kasih kepada Ibu Oey di Raptim Jakarta yang sudah memperkenalkan Suster Betty pada saya sebelum datang ke Chicago untuk ikut program 4-bulan sabatikal ini. Saya ucapkan terima kaih pula kepada Suster Betty atas segala kebaikan, persahabatan dan harapan terbaik dan doa-doanya bagi saya selama tinggal sementara waktu di Chicago ini. Semoga kita bisa bertemu lagi mungkin tahun depan atau tiga tahun lagi ketika saya pulang ke Indonesia. Malam hari setelah makan malam, saya membaca sebuah buku untuk kuliah Spiritualitas Native American berjudul The Healing Circle. Setelah membaca selama 2.5 jam, saya mendapat telepon dari seorang teman Indonesia yang tinggal di New York City, yaitu Slamet. Setelah berbicara dengannya yang katanya baru saja pindah ke sebuah apartemen baru di NYC, saya mendapatkan telepon lain yaitu dari John, seorang frater CICM asal Indonesia yang studi teologi di San Antonio-Texas. Terima kasih banyak Slamet dan John atas segala kebaikan dan persahabatan kalian kepadaku. Saya mengingat kalian dalam doa-doaku dan dalam jurnal mingguanku yang kukirim untuk kalian juga.
Rabu, 28 April 2004. Setelah misa pagi jam 7.15, saya berdiam di kamar saya untuk melanjutkan bacaan buku setebal 200 halaman berjudul The Healing Circle kemudian menulis paper refleksi atas buku ini sebanyak 3 halaman untuk kelas Spiritualitas Native American ini malam ini. Pukul 7 malam saya ikut kuliah Spiritualitas Native American yang diadakan di rumah teologi Combonian. Dalam kelas ini ada seorang tamu laki-laki yang menjelaskan tentang hukum bagi orang-orang Indian di USA ini. Saya pulang ke rumah lebih awal sekitar 8.45 malam karena ada rapat bagi para teman mahasiswa lain yang akan mengadakan field trip ke South Dakota minggu depan ini namun saya tidak dapat ikut karena memang sibuk studi untuk musim semi ini. Sementara cuaca di luar sungguh hangat dan suhu sekitar 24 derajat Celsius.
Kamis, 29 April 2004. Pagi hari setelah misa, saya pergi ke CTU dengan sepeda untuk ikut kuliah Isu dalam formasi spiritual. Saya terkesan dengan suatu penjelasan dari dosennya yaitu Pastor Gilberto, OFM yang menjelaskan bahwa tentang CINTA “Jika cinta ini dilatih dengan korespondensi yang berkualitas, cinta ini terarah pada cinta kasih persahabatan. Korespondensi yang bermutu ini terdiri tiga hal. Adalah penting bahwa para sahabat mengasihi satu sama lain, bahwa mereka mengetahui mereka saling mengasihi satu sama lain dan bahwa mereka menjalin komunikasi, keintiman dan saling mengenal satu sama lain”. Sore hari Frater Petrus datang ke sini mengikuti acara adorasi bersama komunitas dan makan malam bersama. Pukul 7.30 hingga 9 malam kami mengadakan rapat komunitas.
Jumat, 30 April 2004. Pukul 6.45 pagi, saya mengikuti misa yang dipesembahkan oleh Pastor Victor sendiri kemudian ia memimpin lectio divina bersama komunitas pukul 7.30. Saya pergi ke CTU untuk mengikuti workshop bertema Pelayanan di lintas batas budaya sendiri. Satu jam pertama Pastor Anthony Gittins berbicara mengenai pengantar topik ini. Satu hal yang menarik saya adalah bahwa kita sebagai pelayan harus siap memasuki tanah asing/misi dengan suatu taraf kerendahan hati, keterbukaan dan pertobatan. Ada tiga proses dalam pelayanan nyata di mana kita mengalami perubahan di tanah asal kita sendiri, tanah asing/misi kita, dan menemukan kembali tanah baru sebagai ladang misi dan pelayanan kita. Sering kali ketika kembali ke tanah asal kita terdapat banyak hal telah berubah, tidak sesuai lagi dengan apa yang kita rasakan ketika kita masih ada di sana. Mungkin diri kita telah berubah karena pengalaman tanah misi dan juga kemungkinan tanah asal kita pun juga turut berubah dalam berbagai hal yang kita bisa rasakan. Pada bagian kedua saya memilih tinggal di CTU untuk menghadiri workshop Pastor DePaul Genska, OFM tentang Pekerja Sex Wanita. Setelah makan siang, ada dua tamu wanita dari Genesis House tempat penampungan para pekerja sex yang mau bertobat ke jalan yang benar. Mereka bercerita tentang pelayanan mereka di Genesis House ini dan satu mantan pekerja sex yaitu seorang African American berkisah mengenai pengalaman pribadinya diterima dan diubah ke jalan yang benar oleh para kaum peduli di rumah penampungan ini. Acara ini selesai pukul 2.30 siang. Malam hari saya mendapat e-mail dari CTU tentang daftar matakuliah untuk semester musim gugur yang akan datang.
Sabtu, 01 Mei 2004. Pagi hari saya bertemu penasehat akademik saya yaitu Pastor Gil Ostdiek, OFM menanyakan proses kemungkinan transfer kredit teologi saya dan dia mengatakan bahwa kredit saya bisa diterima dengan syarat bahwa saya akan mengikuti program MA (S-2 teologi) selain Mdiv (Master of Divinity). Dia menerangkan dan menghitung, sekitar 18 matakuliah lagi saya bisa menyelesaikan M.Div berarti sekitar 2 tahun lagi. Intinya mereka bisa mentransfer semua matakuliah pre-requisite saya, semua matakuliah Kitab Suci saya di Indonesia dan Eklesiologi. Semuanya saya hitung sekitar 10 matakuliah. Untuk menyelesaikan program MA saya kemungkinan akan mengambil bidang spiritualitas dan bisa jadi selesai sekitar setahun hinggan setahun setengah yaitu hingga tahun 2007 pertengahan atau akhir, kita lihat saja nanti, karena saya harus membicarakan hal ini dengan rektor saya di sini. Juga saya masih menunggu surat resmi dari dekan CTU tentang transfer ini, baru saya bisa merencanakan studi saya lebih lanjut. Dari pukul 11.30 hingga 2.15 saya ikut kuliah Dinamika Keluarga. Setelah selesai kuliah ini, saya pergi ke sebuah acara Native American/Indian yang disebut Pow-wow bersama teman sekelas saya yaitu Sergio dan dua frater SVD Vietnam. Acara ini diadakan di Jalan St. Irving yaitu di sekolah Santo Benediktus. Kami berada di sana sekitar satu setengah jam, melihat tarian Indian termasuk suku Aztec asal Mexico dan menikmati makanan Indian yaitu Indian fried bread taco. Sergio teman kami mengantar kami pulang ke rumah dengan mobilnya. Malam hari saya mengerjakan tugas paper untuk kuliah Sejarah Misi Modern. Malam hari saya menelpon Ibu Cynthia, guru psikologi para frater SX dulu dan banyak salam dari dia untuk kita para frater di SX. Anaknya, si Fe baru saja diwisuda di Psikologi, Atma Jaya. Dari dia juga saya dapat kabar tentang para frater Projo KAJ yang baru ditahbiskan diakon yaitu: Iwan, Yadi dan Andi. Lalu angkatan saya yaitu: Koko, Ari, Antoro dan Treka baru saja dilantik jadi lektor dan akolit. Salam juga dari Lidia yang juga saya telpon, mantan murid SMA 2 Jakarta untuk para mantan guru di SMA 2 juga. Dia masih aktif jadi organis di paroki Toasebio.
Minggu, 02 Mei 2004. Pukul 9 pagi, saya pergi ke gereja Santa Theresia di Chinatown bersama Suster Jane, RSCJ. Kami menghadiri misa berbahasa Cantonese yang dipimpin oleh Pastor Tim, Maryknoll. Setelah misa, Suster Jane mengajar program untuk persiapan sakramen krisma anak-anak. Pukul 12.15 Sister Jane mengantar saya pulang ke rumah dengan mobil merahnya. Sore ini suhu udara turun drastis, menjadi lebih dingin daripada sebelumnya yaitu sekitar 30-an derajat Fahrenheit, sekitar 0 derajat Celsius. Minggu malam ini saya menelpon ke Wisma Xaverian Cempaka Putih dan yang menerima Pastor Geremia. Ia memberi kabar bahwa ketiga frater tingkat IV yaitu Alfons, Agus dan Nyoman baru saja lulus ujian skripsi dan ketiganya dapat B. Selamat untuk kalian semua dan selamat menempuh ujian komprehensif dengan sukses juga. Katanya: karena Romo Ruby sakit maka ujian kedua frater tersebut diadakan di Wisma Xaverian bersama Romo Martin Harun. Kabar lain: yah sekitar bulan-bulan ini rumah kita di Wisma Xaverian akan segera direnovasi. Semoga kabar ini berguna bagi para frater SX dimanapun saja berada, untuk masih mengingat para sama saudara kita di Indonesia.
“Hanyalah seorang yang baik dan rasional yang mampu menjalin persahabatan yang benar, karena akal budi menimbulkan dan memelihara/menghidupi persahabatan.”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment